21.8.23

Sendu #Cerpen


Entah sudah berapa kali aku menatap langit kelabu di kota ini. Memandang bagaimana masa depanku dimulai. Berharap sekali lagi mampu mengulang waktu. Ah, sialan. Mana ada mesin waktu di dunia ini? Alat fiksi itu hanya ada di tontonan hiburan untuk bocah. Rupanya seperti ini ya rasanya menjadi dewasa? 

3.8.23

Kutukan Perpisahan #CerGam

Prolog : 

Kisah 2 insan manusia yang pernah menjalin kasih sebelum akhirnya pergi harus menjadi konklusi bagi keduanya untuk saling berhenti. Beberapa sudut pandang diperlukan untuk terus mencoba menghargai satu sama lain. Untuk saling, sekali lagi memadu kasih dan bertukar kisah. Sebab kita semua memang tak pernah tau bagaimana dunia ini akan berubah dan bagaimana orang yang kita cintai akan melangkah. Maka, sempatkan sejenak kembali saling memahami dan berkomunikasi. 

*Bacalah dari gambar sebelah kiri kemudian gambar sebelah kanan

23.6.23

RIMBA LAUT (Chapter 3 : Tipe X Trondol)


Semburat jingga di langit telah tertutupi oleh terangnya pancaran bulan. Masih di tempat print yang makin malam makin berisik oleh deru motor dan suara printer yang mengadu satu sama lain. 

Hesa masih sibuk menghitung total hasil print, hasil jilid, pembelian ATK dan lain sebagainya. Sementara Putri terlihat sesekali membantu ketika ada customer yang merasa kesulitan ketika akan mencetak lembar tugasnya. Sedangkan di sisi lain kehidupan, Heru masih menatap dalam dalam cahaya rembulan malam itu. 

14.6.23

RIMBA LAUT (Chapter 2 : Spongebob Berhijab)


Hesa mencoba menatap lekat lekat sahabatnya itu. Sedangkan Heru menghembuskan dengan kuat kepulan asap dari rokok kretek dengan merk yang tidak terlalu tersohor.

"Her, lo yakin itu Aneisha? Aneisha Rafni?" Hesa mencoba mengulangi nama yang Heru sebutkan bahwa kali ini ia menyebutkan nama lengkapnya. 

"Hes, lo tau kan tiap ngomongin Icha gue gak pernah boong? Bahkan setelah kejadian beberapa tahun lalu?" Heru membetulkan posisi duduknya, kini ia menghadap ke arah Hesa yang masih lekat menatapnya.

Mereka berdua hanya terdiam, sesekali hembusan nafas dari mereka terdengar begitu ramai sebelum adzan dhuhur berkumandang.

"Kita obrolin nanti malem aja Her, ayo makan dulu kali ini gue yang traktir." Hesa mencoba mengalihkan pembicaraan.

Heru hanya terdiam lama, ia sadar nama yang sedari tadi digaungkan oleh mereka berdua adalah nama yang pernah menjadi alasan kenapa Heru menjadi begitu bersemangat di kota baru ini. Kota yang kata orang menyimpan banyak kesejukan.

13.6.23

RIMBA LAUT (Chapter 1 : Nama adalah Doa)




"Tumben jam segini udah kesini?" Tanya Hesa dengan kepulan asap yang berasal dari mulutnya.

"Biasa, tadi dosennya baru ngabarin ke koordinator kelas, kalo kelas kosong." Jawab Heru singkat masih dengan memandangi jalanan.

"Ya kan gantian kuliahnya, pasti kosong dong kelasnya?" Kali ini Hesa bertanya.

"Gini nih kalo sewaktu kecil bukannya dikasih ASI malah dikasih susu kuda liar. Maksudnya kelas kosong tuh ya kelasnya gak ada." Heru sedikit meninggikan nadanya.

"Keren juga tuh kampus bisa sulap ngilangin kelas." Dengan raut datar dan lagu NDX AKA yang berputar di komputer admin, suasana saat itu nampak seperti cekcok dua bapak bapak yang rebutan nyawer biduan.

"INI MAH BUKAN SUSU KUDA LIAR LAGI. GA DIKASIH SUSU SAMA SEKALI INI PAS KECIL, MAKANYA GAADA ASUPAN KE OTAK." Hesa hanya terkekeh kekeh sembari menyusun tugas tugas makalah dan kemudian memasukkan ke dalam plastik beserta label nama dan harga agar ketika diambil ia tidak perlu repot mencari siapa pemilik makalah itu.

17.5.23

Penantian #Cerpen



Badai Puan telah berlalu
Salahkah ku menuntut mesra?
Tiap taufan menyerang
Kau di sampingku
Kau aman ada bersamaku


Lagu Banda Neira itu terus menggema di ruangan dan di kepalaku. Mencoba meresap di setiap sudut bangunan ini. Lagu Banda Neira itu seolah wujud penggantimu, Puan. Sebab ketika ku putar lagu tersebut, banyak sekali peninggalan peninggalan yang tanggal. Prasasti rasa yang pernah kita ukir dengan begitu indah sebagai insan yang sama sama telah merdeka.

Aku masih mengingat betul prasasti yang kini sedang tersaji di meja depan tatkala alunan piano dari lagu Banda Neira itu masih terus mengadu dengan riuhnya isi kepalaku. Aroma tubuhmu yang tinggal sehabis itu. Tiket bioskop yang menumpuk terbungkus rapi dalam balutan pouch berwarna biru yang luarnya telah usang. Tiket parkir dengan berbagai harga untuk setiap tempat yang kita berdua kunjungi. Sticky note dengan berbagai kalimat penyemangat yang ketika ku baca ulang, rasanya aku ikut sekarat. Foto foto selfie di tempat yang dulu selalu kau kunjungi sendirian, namun waktu itu kita kunjungi bersama. Gelas bertuliskan namaku yang selalu kau isi dengan kopi ketika aku menyempatkan untuk mampir. Surat surat berisi tulisan dan doa perihal kerja sama kita merayu Tuhan.

4.5.23

BIROKRASI DAN RELASI Part 2 #Cakalang3

BIROKRASI DAN RELASI (Part 2) 
1 Juni 2021


Saya lupa kapan tepatnya perjalanan kedua ini berlanjut namun seingat saya tidak terlalu jauh dengan perjalanan pertama jadi saya asumsikan perjalanan pertama (29 Mei 2021) dan perjalanan kedua (1 Juni 2021), sudah terlalu lama cerita ini mengendap sebab part 1 sudah publish ketika 2021 dan perlu 2 tahun untuk melanjutkan part 2 haha. Okay let's start the journey

Setelah perjalanan di Pasuruan-Probolinggo, perjalanan ini berbalik arah menjadi Pasuruan-Sidoarjo. Perjalanan kedua ini sedikit lebih teduh, kami berhenti di daerah yang mungkin bisa disebut sebagai dermaga lokal dimana terdapat kapal kapal yang nantinya digunakan masyarakat untuk ke Pulau Lusi. Masih dengan tujuan yang sama, yakni mencari lokasi untuk penanaman hutan mangrove yang merupakan salah satu program pemerintah dari KKP. Salah satu kating yang telah menjadi salah satu pegawai di KKP juga sedikit memberikan sudut pandang mengenai bagaimana program pemerintah bekerja, alur dan dampak dampak dari program tersebut.

27.4.23

Malam #Cerpen

 



Orang selalu bertanya perihal kenapa? Mereka hanya ingin sebuah alasan. Mereka hanya ingin sebuah jawaban singkat. Padahal bagi saya, pertanyaan bagaimana lebih penting dari kenapa. 
Di hari tatkala saya mengalami kecelakaan semua bertanya "kenapa saya bisa terjatuh?" saya hanya menjawab karena lampu jalan, aspal dan ban motor saya tidak sinkron. Sudah. Pertanyaan klise, batinku.

Mereka tidak akan pernah bertanya bagaimana saya bisa jatuh padahal itu adalah jalanan yang sering saya lalui di pagi atau sore hari. Saya akan menjawabnya dari seorang perempuan yang saya lihat telah memadu kasih malam itu. Penyebab dari lampu jalan yang terasa remang, penyebab aspal yang terasa licin sehabis hujan, penyebab ban motor saya yang juga sudah licin.

31.3.23

Persimpangan #Cerpen

 



Setelah pertemuan kita beberapa waktu lalu, akhirnya kita berada di ujung jalan. "Maaf tuan, kita telah berada di jalur persimpangan." Kau menutup percakapan kita di sore hari itu. Ketika semburat jingga menyatakan akan membangkitkan kegelapan malam, kaupun sama. Aku hanya berdiam setelah percakapan panjang kita ditutup dengan kalimat perpisahanmu itu. 

Kau memalingkan wajahmu dariku, sedangkan aku masih terus menatapmu, sampai kau berbalik dan meninggalkanku dengan punggung terhangat yang pernah aku dekap tatkala hati dan pikiran dipenuhi oleh gegap. 

Itu adalah percakapan kita 10 tahun lalu. Ya, kau benar. Aku masih berada di ujung jalan, belum beranjak sekalipun semua tentang kita telah hangus menjadi kenangan. Kau tau Puan, hal yang paling menyedihkan dariku selama 10 tahun hanya berdiam diri di persimpangan ini?

29.3.23

Sudut Kota #Cerpen


Tepat setelah kehilanganmu, aku berusaha menyusuri sudut kota ini. Mencari makna bahwa apa yang sebenarnya sedang kau rahasikan dariku? Bahkan beberapa orang merasakan hal yang sama perihal kepergianmu. Kau tau? Dari sekian banyak pertemuan, pada dirimulah aku menyerah untuk tidak pernah mau berpisah. Dari sekian banyak penolakan di dalam hidupku, pada dirimulah aku menyerah untuk mengatakan "aku menerimamu".