10.3.25

Sajak Perpisahan


◆ Nanti, di ujung sana, masihkah kau menungguku?
    Masihkah kau menepati janji itu? Janji yang kau ucap sendiri.
    Masihkah kau menanti ketidakpastianku?
    Jika tidak, maka lekas berlalulah.
    Toh, aku sudah berulang kali menghadapi banyak perpisahan.

◆ Kau pernah berandai bagaimana sepasang manusia yang saling menjadikan rumah,
    harus menghadapi kehilangan karena berbeda arah.
    Ternyata sepasang itu adalah kita.
    Ternyata sepasang itu adalah manusia yang pernah saling menunaikan janji untuk selamanya.
    Ternyata janji itu hanya menjadi sebuah pinta yang kali ini terdengar begitu fana di telinga.
    Rumah? Tempat melepas penat? Manusia paling hebat?
    Nampaknya seluruh energi untuk kembali jatuh hati, harus berhenti di sini.
    Ia tak seharusnya mengudara dengan bising, sebab kini semuanya telah asing.

◆ Tahun demi tahun berganti, hati manusia akan terus bertumbuh,
    meskipun belum bisa sepenuhnya sembuh dari luka masa lalu.
    Itu sebabnya, manusia meninggalkan luka, bukan?

◆ Aku tak terlalu mahir menyusun rencana indah di kepala, sebab di hadapan perpisahan.
    Ia tak ubahnya realita yang memang keras pada apa-apa yang sejatinya kita persiapkan susah payah.
    Lalu, apa yang harus kita lakukan ketika bahagia datang dengan begitu meriah?
    Jawabannya hanya satu, tidak ada lain pilihan. Perayaan.
    Pun dengan kehilangan, hanya perlu perayaan. 
    Selebihnya, hidup hanyalah tentang menerima dan melanjutkan.

◆ Banyak sekali orang rela bertualang jauh demi menemui dirinya sendiri.
    Untuk meminta maaf pada kehidupan lampau, sebab telah terlalu keras hati.
    Untuk meminta pertanggungjawaban atas segala keraguan merendahkan diri.
    Lalu, setelah jauh bertualang, dia pulang. Menemui banyak hal dan tanya.
    Sayangnya, ia tak pernah berhasil menemui jawab, sebab ketika dia pulang.
    Sosok baru yang ia rangkai itu, tidak ikut pulang. Ia tertinggal bersamaan dengan kenang di kota orang.

◆ "Kamu yakin tidak mau pulang lagi? Saya terlalu berantakan seorang diri di sini."
    Kurang lebih begitulah percakapan tentang manusia yang menghamba pada rasa yang terlanjur berpindah.

◆ Setelah semua kekacauan karena perpisahan ini, aku harap kelak hatiku bisa pulih untuk kembali merasakan energi cinta yang membuatku merasa seperti lahir kembali, suci.

◆ Bagi sebagian orang, perpisahan ibarat momok menakutkan yang tidak akan pernah bisa diterima.
    Namun, bagiku perpisahan adalah siklus, ia akan terjadi secara berkala dan terus menerus.
    Keluarga, teman, rekan, pasangan semuanya akan mengalami perpindahan masa.
    Dan bukan hal yang salah jika kita pernah begitu dekat dengan orang lain, lalu hari ini kita terlampau jauh.
    Banyak orang berkata bahwa itulah masa dimana kita tidak lagi saling membutuhkan. Sebab, hubungan manusia itu transaksional.
    Namun sekali lagi aku menolak, bagiku hubungan manusia bukan transaksional, ia lebih daripada itu. Ia menjelma menjadi kedekatan emosional. Sebab, masa kita memang bisa berkurang hingga habis, tapi suatu saat kita pasti akan saling membutuhkan ketika tak ada lagi pilihan selain menangis.

◆ Aku tau bagaimana rasanya diabaikan, ketika kau begitu gencar ingin mempertahankan.
    Aku tau bagaimana rasanya direndahkan, ketika yang kau inginkan hanya apresiasi untuk segala bentuk perbuatan.
    Aku tau bagaimana cinta bisa mengubah manusia hanya karena ia tidak berhasil mengupayakan.
    Aku tau bagaimana rasanya mengalami patah yang seolah kau tak akan pernah bisa hidup kembali seperti sedia kala.
    Bagiku, menyedihkan. Namun bukankah perpisahan adalah bagian dari kehidupan?


10 Maret 2025, 08.42 PM
Indonesia Raya.

© Aksara Segara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar