10.3.24

RIMBA LAUT (Chapter 4 : Makan Domino's)

 



Akhir pekan menuju ujian tengah semester kali ini cukup hening dibandingkan biasanya. Hesa hanya sesekali menerima mahasiswa yang nge-print atau bahkan jilid. Nampaknya ada perubahan kesibukan para mahasiswa entah apa yang melatarbelakanginya tapi hal itu berdampak pada pemasukan Wijaya Print.

"Put, kenapa pas mau UTS gini malah sepi ya? Biasanya kan pada kena tugas cetak atau jilid." Ujar Hesa.

"Kayaknya dosen dosen lagi pada ngasih UTS soal soal kayak UAS deh mas, jadi langsung dikerjain gitu dibandingkan take home atau bikin artikel. Tapi gatau juga sih ya kenapa, soalnya aku baru 2 matkul yang UTS mas." Jawab Putri.

"Yaudahlah, besok kan hari minggu mungkin aku gak akan buka dari pagi karena mau ke suatu tempat sama Heru."

"Berduaan? Tumben? Mau nge-date ya?" Goda Putri.

"Amit amit sama gorengan adem kayak dia." Ledek Hesa.

"Kenapa gorengan adem sih? Hahaha." Putri tertawa.

"Ya liat aja cuek gitu, cowo juga vibes-nya lemes banget kayak gorengan ga laku gitu." 

"Eh, tapi Mas Heru tuh sebenernya kalo di kampus vokal tau. Dia aktif, terus juga bisa membaur dengan hampir semua orang termasuk ibu ibu kantin dan mas mas office boy di kampus. Keren kan dia?" Putri kali ini mengungkap sisi terang Heru yang tidak pernah ditunjukkan langsung oleh Heru di depan Hesa.

"Kalo itu sih aku ga menyangkal ya ngeliat dulu gimana dia bisa tiba-tiba akrab sama aku dan lagi  dibandingkan mirip mahasiswa dia memang lebih mirip sama office boy sih Put." Celetuk Hesa.

"Ihh, Mas Hesa ini gabisa dibilangin. Ini beneran tau. Bahkan kalo ada urusan dengan jurusan Kelautan dia maju paling depan, apapun itu. Mau urusan di perlombaan atau urusan himpunan, padahal dia gapernah ikut himpunan. Ditambah ada cerita kalo dulu para senior udah ngebujuk dia berkali kali buat jadi ketua himpunan bahkan maju jadi ketua BEM. Dia udah diakuin sama hampir 1 jurusan sebagai laba-laba. Sekali nebar jaring kemana-mana semuanya bakalan lengket. Jarang banget tau orang kayak Mas Heru tuh." Putri menambahkan.

"Ga kaget sih, selama ini setauku dia cuma ikut PERSMA*1. Dia ga terlalu tertarik sama politik kampus yang busuk apalagi ikutan OREKS *2. Dulu begitu bilangnya, tapi sampai sekarang dia masih megang prinsip itu ya. Dia emang bukan orang sembarangan. Ga dikit anak-anak muda yang harus ngejual idealismenya buat sesuatu kayak misalnya aku, dari SMA aku udah ngejual harga diriku yang pengen jadi pegawai kantoran ini di tempat antah berantah kayak proyek pembangunan, resto cepat saji dan banyak lainnya hanya demi uang. Makanya menurutku mau sekonyol apapun dia kalo lagi berantem sama aku atau mungkin seaktif apapun dia di kampus dia itu orangnya keras kepala dan berprinsip. Tipikal taurus emang."

"Aku juga bingung, padahal Mas Heru tuh untuk ukuran anak kuliahan labil banget, ada fase dimana kadang dia bisa dingin banget, ada juga fase dimana dia bisa supel  tapi kenapa kenalannya bisa dimana-mana ya? Terus dia itu terkenal seantero kampus karena sempet ada masalah sama beberapa pihak waktu jadi panitia ospek. Ceritanya udah kayak legenda aja. Padahal kalo lagi sama Mas Hesa selalu berantem gajelas bikin aku pusing. Tapi kepribadiannya tuh gabisa ditebak. "

"Orang kayak Heru bisa jadi laba-laba bisa jadi bunglon Put." Hesa merespon.

Putri tidak merespon, ia melanjutkan untuk mengecek pembukuan serta stok dari beberapa alat tulis. 

"Sepi banget udah kayak libur lebaran gini." 

"EH KETUPAT LAYU, LO BISA DIEM GA, DATENG DATENG NGATAIN USAHA ORANG." Pertarungan kecil ini yang akan selalu Putri pahami ketika kedua ubur-ubur ini bersatu.

"HAHAHA.. Serius banget Hes udah kayak paspampres ae. Hes buat yang besok kita majuin aja kali ya nanti?" Heru bertanya.

"Buru-buru banget, emang besok lo ada acara?" Hesa balik bertanya.

Heru hanya membisu dan mengalihkan pandangannya pada Putri.

"Putriiii, ikut yuk? Mau gak?" Heru menggoda.

"EMANG TITISAN FIR'AUN LU YE!! MALAH GODAIN PUTRI". 

"Marah marah mulu, lagi PMS lo? Siap-siap sana, gue bantuin beberes toko deh."

"Yaudah bentar gue matiin komputer admin dulu. Put, kalo kamu gamau ikut gapapa kok. Barangkali ada tugas atau mau nyiapin untuk UTS." Hesa melirik pada Putri menunggu responnya.

"Emang mau kemana sih? Kalo aku cuma jadi obat nyamuk gamau ah." Jawab Putri.

"Put, aku jelek jelek gini juga ga doyan sama tempe mendoan kayak dia." Hesa mengejek Heru.

"NGACA DONG HES. MUKA LO AJA MIRIP PENTIL KUDA NIL." Heru membalasnya.

"Yaudah aku ikut, bentar ya aku mau ganti baju dulu. Sekalian cari makan ya, Mas?" Putri menoleh pada Hesa.

"Tenang, aman. Kamu mau request makan apa emang?" Tanya Hesa.

"DOMINO'S dong Mas." Jawab Heru dengan menirukan suara perempuan.

"BAPAK LO POLWAN, DOMINO'S."

****

Rasanya cuaca Malang sore itu cukup berawan dan waktu yg tepat untuk berkeliling. Mereka menepikan diri di sebuah persimpangan yang cukup ramai. Banyak orang berjualan mulai dari makanan berat, makanan ringan sampai minimarket. Tempat yang cukup strategis untuk menikmati Malang sore itu.

"Hes, kayak biasa." Seru Heru.

"Woke. Put kamu mau pesen apa? Biar sekalian." Hesa bertanya.

"Aku soto ayam aja mas, sama es teh 1."

Hesa menghampiri penjual bakso dan soto untuk memesan. Kemudian ia membeli air mineral dan juga rokok di warung dekat pohon trembesi.

"Cuacanya lagi enak ya, jadi bisa keliling Malang deh." Putri membuka obrolan dengan Heru.

Belum sempat Heru menjawab, Hesa sudah kembali dengan membawa 2 air mineral untuknya dan Heru dan 2 batang rokok.

"Nih, buat Putri biar ga ikutan ngerokok." Hesa mengeluarkan permen karet dari saku jaketnya.

Beberapa menit setelahnya mereka bertiga menyatu dengan sudut kota Malang yang rindang. Hingga pesanan mereka telah datang di depan.

"Ini Soto sama minumnya mbak." Ucap penjual soto itu dengan ramah.

"Pak, saya minta kecap ya buat dia." Hesa berbicara dengan sopan kepada penjual soto itu, seperti bukan Hesa yang biasanya ribut dengan Heru.

"Oh siap mas, niki nggih kecapnya."

"Terima kasih nggih pak." Ucap Hesa sembari tersenyum.

"Bakso campur untuk dua pelanggan favorit saya datang." 

"Saya doang kali pak yang pelanggan favorit, Hesa kan biasa ngutang di warung ini pak." Celetuk Heru.

"EH TAPIR MADAGASCAR, ENTENG BANGET TUH MULUT KALO NGATAIN." Hesa tidak terima.

"Nah ini, kesukaan saya. Selalu berantem kalo mau makan bakso hahaha. Dari dulu ndak berubah berubah. Mulai masih punya cucu 1 sampe sekarang udah jadi 2 kalo beli bakso pasti bonusnya berantem. Cah cah iki marai aku iling jaman enom." Suara berat khas bapak bapak disertai dengan logat jawa yang kental itu berasal dari penjual bakso atau yang biasa dipanggil Pak Unyil.

"HAHAHA." Hesa dan Heru tertawa berbarengan.

"Monggo baksonya dimakan, ini saos sama sambelnya." Ujar Pak Unyil menambahkan sembari kembali melayani pembeli lainnya.

"Makasih Pak Unyil. Wah ini nih, sambel khas Bakso Pak Unyil. Pedesnya nendang." Ucap Hesa sembari membuka mangkok kecil berisi sambal yang merah dan semerbak khas sambal yang ketika kita menciumnya saja, kulit kepala saja rasanya merinding.

"Sini pantat lo gue tendang Hes." Heru menambahkan.

"HAHAHA, dasar bocah bocah itu. Enggak berubah sama sekali." Gumam Pak Unyil.

"Gak di toko, gak di warung makan, kerjaan kalian berantem mulu. Emang udah cocok jadi pasangan."

"AMIT AMIT PUT." Secara tidak sadar kedua manusia silver itu mengucapkan hal yang sama.


*1 PERSMA    : Pers Mahasiswa
*2 OREKS       : Organisasi Eksternal


Fun Fact : Episode 4 ini sempat berganti judul dan mangkrak cukup lama karena alasan pribadi. 

(BERSAMBUNG . . . #5)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar