Hesa mencoba menatap lekat lekat sahabatnya itu. Sedangkan Heru menghembuskan dengan kuat kepulan asap dari rokok kretek dengan merk yang tidak terlalu tersohor.
"Her, lo yakin itu Aneisha? Aneisha Rafni?" Hesa mencoba mengulangi nama yang Heru sebutkan bahwa kali ini ia menyebutkan nama lengkapnya.
"Hes, lo tau kan tiap ngomongin Icha gue gak pernah boong? Bahkan setelah kejadian beberapa tahun lalu?" Heru membetulkan posisi duduknya, kini ia menghadap ke arah Hesa yang masih lekat menatapnya.
Mereka berdua hanya terdiam, sesekali hembusan nafas dari mereka terdengar begitu ramai sebelum adzan dhuhur berkumandang.
"Kita obrolin nanti malem aja Her, ayo makan dulu kali ini gue yang traktir." Hesa mencoba mengalihkan pembicaraan.
Heru hanya terdiam lama, ia sadar nama yang sedari tadi digaungkan oleh mereka berdua adalah nama yang pernah menjadi alasan kenapa Heru menjadi begitu bersemangat di kota baru ini. Kota yang kata orang menyimpan banyak kesejukan.
****
"Permisi kak, saya mau print sekalian jilid hardcover untuk besok siang kira kira sudah bisa diambil belum ya?" Terlihat sosok perempuan dengan kuncir kuda menghampiri tempat print yang kala itu masih sepi mengingat jam istirahat makan siang masih belum berakhir, namun Heru dan Hesa sudah kembali untuk sekadar berbincang. Kali ini Putri juga ada di sana.
"Bisa kok mbak." Sahut Putri dengan lembut.
"Tenang aja mbak, disini semuanya serba cepet. Jangankan jilid laporan doang. Mbak minta aja bikinin Candi sama mas mas yang mirip cutton bud itu nanti juga dibikinin. Tuh liat mbak." Kali ini Heru menunjuk tulisan Wijaya Print bersamaan dengan tagline yang dibuat oleh Hesa 2 tahun lalu, bertuliskan 'Jilid hard cover sehari langsung jadi, karena kami Bandung Bondowoso'.
Gadis itu sejenak menahan tawa melihat tagline konyol itu merupakan sebuah branding dari tempat print ini. Putri pun ternsenyum kecil mengingat bagaimana dulu Hesa menjelaskan filosofi dari tagline yang ia buat kepada orang tuanya.
"CANDI CANDI GIGI LO GONDRONG!!"
"Mas Hesa!" Putri sedikit melotot.
"Eh iya iya maaf Put. Bisa kok mbak, mungkin filenya bisa dikirim lewat whatsapp aja ya mbak." Kali ini Hesa sedikit memelankan nada bicaranya mengingat di depannya ini adalah pelanggan yang perlu dihargai.
"Bisa kirim filenya ke nomor 085123467891 ya mbak." Kata Hesa yang masih sibuk mengotak atik komputer admin.
Gadis itu hanya mengernyitkan dahinya.
"Nomornya beda dari yang di sini ya mas?" Perempuan itu menunjuk kepada nomer WA dan scan yang terpampang di tembok persis sebelah komputer admin yang sedang Hesa otak-atik.
"Oh iya mbak, untuk nomor yang itu sudah digunakan pinjol oleh oknum yang tidak bertanggung jawab." Jawab Hesa enteng,
"TAPIR MADAGASKAR! JANGAN NGAWUR LO!" Heru bersemangat sekali untuk urusan menghina Hesa.
"Mbak jangan mau dibodoh-bodohi sama Tawon India ini mbak. Nomernya bisa kok itu, mbaknya langsung ke sana aja jangan pake nomer yang tadi disebutin. Takutnya mbaknya dijadiin tumbal pesugihan buto ijo sama dia." Heru melanjutkan.
Hesa hanya terkekeh kecil dibarengi dengan tatapan Putri yang semakin tegas.
"Duduk dulu mbak sini." Putri menawarkan kursi untuk perempuan itu.
"Oh iya makasih kak." Balas perempuan itu.
"Filenya sudah masuk ya mbak, saya cek dulu ya." Sahut Hesa. Ia menyebutkan judul makalah, nama dan jumlah halaman.
"Eh bentar deh, tadi judul makalahnya soal Zoologi ya? Kamu anak Kelautan?" Tanya Putri.
"Iya mbak, saya angkatan baru."
"Loh nambah lagi member kita berarti hahaha." Heru tertawa.
Gadis berkuncir kuda itu terlihat kebingungan seperti anak ayam yang ingin menyebrangi jalan.
"Jadi, mas ini namanya Heru dia anak Kelautan tapi udah tahun terakhir. Aku, Putri aku juga anak Kelautan tahun kedua." Jelas Putri dengan singkat.
"Wah kebetulan banget kak. Mohon bantuannya ya kak. Salam kenal, perkenalkan nama saya Tisha Permadani. Biasa dipanggil Tisha atau Ica biar gampang." Sahut gadis itu dengan riang.
"Gue gak dikenalin juga nih Put?" Hesa menodong dengan sedikit keberatan mengingat dari semuanya yang disitu nampaknya hanya dia yang tidak diperkenalkan.
"Ahahaha jangan marah dong Mas Hes, kenalin juga itu . . ."
"Panda Afghanistan" sahut Heru dengan cepat.
"MONYET FILIPIN BISA DIEM GA LO?" Kali ini Hesa membalas.
"LO YANG DIEM TISU MAGIC."
"Diem dulu dong, kan gaenak sama pelanggan." Ketus Putri.
Kedua lelaki yang tadi adu kreatif dengan nama hewan itu kini terdiam.
"Hahaha gapapa kok kak Put. Enak jadi rame disini kak."
"Namanya Mas Hesa. Dia saudara sepupuku."
"Tugas dari Pak Edi ya itu? Atau Pak Wanto?" Tanya Heru dingin.
"Mmm... dari Pak Edi kak. Disuruh mencari 20 spesies terus dicari keterangan kayak taksonomi, deskripsi singkat, organ reproduksi, organ pencernaan, organ pernapasan sama disuruh gambar." Terang Tisha.
"Oh gitu, santai aja gausah grogi. Kita lagi gak di kampus kok, toh gue juga ga terlalu minat sama senioritas. Dikit lagi gue lulus jadi waktu buat ketemu kamu atau bahkan Putri ini ya paling ga lama. Kamu kalo ada apa-apa bisa minta tolong ke aku atau Putri." Heru berbicara dengan nada rendah.
"Oh iya, ini kontakku sama Mas Heru. Kamu save ya siapa tau sewaktu-waktu butuh untuk tanya-tanya. Feel free kok buat tanya-tanya biar ga salah langkah kedepannya." Putri menambahkan.
"Mbak ini spesiesnya banyak banget sampe 20, emang ga capek ngetiknya? Belum lagi tadi masih disuruh gambar. Tugas kuliah aneh aneh aja ya. Padahal bisa download di google tapi masih aja disuruh ngegambar manual." Hesa bersuara kali ini, meskipun dia tau bahwa gadis itu merupakan gadis yang paling muda diantara mereka berempat namun ia masih memanggilnya dengan sebutan mbak.
"Iya mas, dari yang masuk kategori ikan sampe kategori non-ikan." Jelas Tisha.
Hesa dibantu dengan Heru mengecek hasil print mulai dari jumlah halaman sampai menata untuk kemudian di jilid.
"Eh tapi kok dari 20 spesies ini kok gak ada spongebob ya mbak? Dia kan juga tinggal di laut?" Hesa bertanya dengan polos.
"MAKANYA JANGAN KEBANYAKAN MAKANIN TUTUP BULPOIN, JADI BEGO KAN LO HES."
Putri dan Tisha hanya tersenyum kecil mendengar perbincangan kedua lelaki itu.
"Lah bener kan? Kenapa dia bisa gak ada di sini? Emang dia gak masuk kategori non-ikan?"
"Masuknya non-binary sih kayaknya." Jawab Heru singkat.
"Kagak, spongebob itu cowo Her. Ya gak Put?" Kali ini Hesa mengajak Putri pada kebodohan berpikirnya.
"Penampilannya doang cowo tapi suaranya kayak cewek gitu, siapa tau dia ngikutin LGBT. Jadi dia non-binary Hes." Heru tidak mau kalah dalam berargumen.
Kali ini Hesa menatap serius pada Putri, kemudian pada Tisha dan yang terakhir pada Heru sang seteru abadinya.
"Sekarang gue tanya sama lo, kalo lo bisa jawab lo emang anak kelautan sejati." Tukas Hesa dengan nada sedikit meremehkan.
"Itung juga tuh Putri sama Tisha, mereka kan juga anak kelautan."
"Yah gak seru, beraninya keroyokan. Masa gue harus manggil Mas Doni sama Mas Jamal tempat print pojok biar jumlahnya jadi pas 3?"
"Coba mana pertanyaan lo, kalo gue bisa jawab lo cuciin baju gue seminggu? Gimana?" Tantang Heru.
"Oh main tantangan gini. Oke, kalo lo gak bisa jawab lo traktir makan siang gue seminggu full."
"DEAL" Heru dan Hesa saling berjabat tangan.
"Lo pernah liat spongebob make hijab gak?"
"Pertanyaan goblok macam apa itu?" Heru tertawa seolah merasa diatas angin.
"Lo jawab dulu badut McD." Hesa mendesak Heru untuk menjawab.
"Enggak lah."
"Jadi spongebob itu cowo, di dunia ini gender cuma 2. Kalo lo punya batang berarti lo cowo, kalo lo gapunya batang berarti lo cewe. Udah gitu doang."
"Ya kan gak bisa gitu Hes, LGBT sekarang udah nyerang dunia pertelevisian."
Hesa menoleh kepada Putri dan Tisha. Menatap kedua perempuan itu bergantian.
"Bagaimana dewan juri, apakah argumen saudara Heru barusan bisa diterima?"
Tisha hanya menoleh kepada Putri karena kebingungan sedangkan Putri dengan lantangnya berkata "TIDAK!!!"
"Dengan ini, resmi sudah keputusan bahwa saya memenangkan perlombaan debat jenis kelamin spongebob dalam tempo yang sesingkat-singkatnya." Suara Hesa seolah menirukan MC kondang yang sedang menyambut juara.
Hesa buru-buru mencari materai dan kertas kosong lalu menuliskan pertaruhan tadi disertai dengan tanda tangannya dan menyerahkan kepada Heru.
Heru hanya geleng geleng kepala melihat Putri dan Hesa yang terlihat akrab untuk urusan persekongkolan ini agar mendapat jatah makan siang gratis. Heru pun tidak masalah toh Wijaya Print ini seperti rumah kedua yang selalu Heru cari ketika muak dengan urusan perkuliahan.
Dengan senyum terpaksa Heru menandatangani perjanjian konyol itu lalu berpose oke ala bapak bapak untuk kemudian didokumentasikan.
"Senang berbisnis dengan anda Pramudya Heru Sudana." Hesa terkekeh.
(BERSAMBUNG . . . #3)

Hesa ngeselin bangett wkwkw
BalasHapus