17.5.23

Penantian #Cerpen



Badai Puan telah berlalu
Salahkah ku menuntut mesra?
Tiap taufan menyerang
Kau di sampingku
Kau aman ada bersamaku


Lagu Banda Neira itu terus menggema di ruangan dan di kepalaku. Mencoba meresap di setiap sudut bangunan ini. Lagu Banda Neira itu seolah wujud penggantimu, Puan. Sebab ketika ku putar lagu tersebut, banyak sekali peninggalan peninggalan yang tanggal. Prasasti rasa yang pernah kita ukir dengan begitu indah sebagai insan yang sama sama telah merdeka.

Aku masih mengingat betul prasasti yang kini sedang tersaji di meja depan tatkala alunan piano dari lagu Banda Neira itu masih terus mengadu dengan riuhnya isi kepalaku. Aroma tubuhmu yang tinggal sehabis itu. Tiket bioskop yang menumpuk terbungkus rapi dalam balutan pouch berwarna biru yang luarnya telah usang. Tiket parkir dengan berbagai harga untuk setiap tempat yang kita berdua kunjungi. Sticky note dengan berbagai kalimat penyemangat yang ketika ku baca ulang, rasanya aku ikut sekarat. Foto foto selfie di tempat yang dulu selalu kau kunjungi sendirian, namun waktu itu kita kunjungi bersama. Gelas bertuliskan namaku yang selalu kau isi dengan kopi ketika aku menyempatkan untuk mampir. Surat surat berisi tulisan dan doa perihal kerja sama kita merayu Tuhan.

Seolah setiap jengkal ruangan ini adalah kita, begitu pula dengan alunan lagu yang terus menyesakkan dadaku. Menjadikan waktu demi waktu terasa begitu berharga sampai kita merasa kehilangan dan hampa. Secarik kertas yang masih setengah menempel telah membuat rasa penasaranku bertambah ketika separuh tulisannya hilang karena luntur. Kertas itu hanya bertuliskan Tua... dan diakhiri dengan huruf u dibelakangnya.

Aku langsung tau bagaimana kau memasang kertas bertuliskan 'Tuanku' untuk setiap hal hal yang didalamnya ada aku. Menghabiskan waktu bertahun tahun untuk menyatu dan meluruh. Sampai akhirnya hanya tersisa satu, aku seorang diri. Sudah hampir 10 tahun lamanya semenjak kepergianmu. Aku memutuskan untuk mengisi kembali apartemenmu, membawa kembali semua kenang dan juang yang pernah kita tanam tatkala senyum masih menjadi hal favorit kita berdua. 

Lalu aku mengeluarkan satu sticky note yang tak pernah ku tukar dengan milikmu, yang akan selalu menjadi rahasiaku dengan Tuhan. Bahkan setelah kepergianmu. Di hari dimana aku menuliskan isi kertas ini, aku memohon dengan sangat kepada Tuhan. 

"Tuhan, kelak ketika Engkau sudah menyatu dengan kami dalam suasana suka dan lara. Saya memohon dengan amat sangat kepada-Mu, ambil dia lebih dulu. Jangan pernah biarkan saya berkeliaran di taman surga-Mu ketika saya melihat dia sedang bersedih di semestamu yang lain, Tuhan.

Biarkan saya yang menanggung kesendirian ini dan biarkan dia bermain dengan bidadari-Mu di surga. Saya adalah laki laki biasa yang terlahir dengan banyak kehilangan dari-Mu Tuhan, kehilangan yang tak pernah saya ikhlaskan sampai detik ini. Sampai ketika Engkau pertemukan saya dengan dia, saya memohon kepadamu untuk mengabulkan permintaan saya kali ini. 
Dan mungkin untuk pertama kalinya, saya akan ikhlas dengan kehilangan ini."

Tuan, 17 Mei. 23:59 WIB

Aku meremas kecil kertas yang telah aku tulis, tertunduk lemas dalam keadaan pasrah. Tuhan mengabulkan permintaanku waktu itu. Kini dalam kesendirianku, aku hanya menunggu waktu untuk kemudian diizinkan sekali lagi menemanimu dan meluruh di semesta yang lain. Untuk sekali lagi menyatu dan meluruh, tanpa menyisakan satu.

Biarkan aku yang menanggung penantian ini Puan, sebab aku tak ingin kau menghabiskan sisa waktumu untuk terus bercerita hal hal yang pernah kita tertawakan ketika aku sudah mati nanti. Biar aku yang melakukannya.

Biarkan aku yang menanggung penantian ini Puan, sebab aku tidak ingin kau menghabiskan sisa waktumu untuk menceritakan bagaimana hari hari yang kau lalui tanpaku yang menemani. Biar aku yang melakukannya.

1 komentar:

  1. Coba baca ini sambil dengerin lagu banda neira, hmm jadi ikutan sedih, jadi ikutan ngerasa kehilangan seseorang😭. Ditunggu karya selanjutnya!!

    BalasHapus